Jogjakarta mengingatkan perjalanan,
asongan berempak menjajakan tagihan bulanan,
menegurku untuk membantu,
aku juga tidak lebih baik, saat itu..
Kitaran tikungan pojok benteng wetan-kulon,
menemani hari hariku sebelum menuju gedong kuning,
Iwan, Hendy, Manik, Aming, banyak mangajariku,
Jogjakarta beda kelas dengan Jakarta..
Pertemuanku dengan stephanie memberiku gelora,
memberiku dunia barat, melupakan kiblat,
ditemani lembah, selalu habiskan waktu minggu,
diakhiri percikan parang tritis menutup matahari.
Jogjakarta telah melupakan kepergian ayahku,
memahat sesal terdalam yang pernah ku punya,
Dua hari setelahnya aku dekap nisan baru wangi melati,
gerimis hati kian menyia-nyiakan.
Aku tanya pada kakak-kakakku,
"Bagaimana ayahku?",
"Maaf", adalah ucapan pertama untukku,
Bayangan bibir ayah mengucap membawaku menangis,
Sodoran kitab sedikit menenangkan pertikaian hati,
sempat ku dengar bisikan halus mengajakku salahkan diri,
siraman air menjadi tujuan pertama,
setelahnya aku bersimpuh.
Sekian tahun kini, aku berdiri di Jakarta,
masih terngiang nyanyian Jogjakarta,
namun membawa mataku mengadu nisanmu,
lebih baik aku disini..
Bersama ibu, engkau kembali bertemu,
menikmati surga dan memandangku ke bawah,
selalu sejuk terasa dimana senyummu mengalir,
Ayah, Ibu dan Ibu sambungku, kalian sungguh takdir.
Monday, December 22, 2008
Ayah, Ibu dan Ibu sambungku
Tags :
Renungan,
Rumah kita Air terjun
Related : Ayah, Ibu dan Ibu sambungku
SurgaDisela buku kau cari surgaberharap kau temukan disitu"Tidurlah, aku jemput dengan doa kala kau bangun nanti",ucapku sembari menggantikanmu mencari surga. Depok, 2010 ...
Dimana aku..Aku ajak jiwaku untuk melayang bepergianmendatangi para ulama disanasebentar kemudian aku terpental jauh"ah..disini bukan tempatku"Kemudian terbang sebrangi lautanmencob ...
Matinya rasakusebelum benar-benar mata terpejamrasakan detak jantungkudegupnya menyebut namamudan itu tumbuh mengakarmatinya rasaku ...
HatiRumah adalah hatidimana pikir akan kembalisuatu saat nanti ...
Terlalu indahSaat cakrawala itu menyentuh bumi, hanya sayatan akan kenangan yang mulai terlihat pudar, bukan benderang tentang hiruk pikuk dalam sepi, semua ini kusam, tak berbentuk, ...
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Terharu bacanya.....
ReplyDeletePuisi yang ada jiwanya mesti bagus ya...:)
Tetap semangat Mas!!!
Tanda kasih ke orangtua bisa dituangkan ke puisi ya Ka, puisi yang ini mengobati rasa rindu kepada yg telah tiada (Harina)
ReplyDelete