Kita adalah Air, Rumah kita Air Terjun.

Friday, May 28, 2010

Aku dan Saljuku

Dalam cerita ini, ada aku dan Saljuku. Aku yang entah bagaimana menebarkan jala rasa padanya. Dan dia yang dengan senang hati menempatkan diri dalam jala itu. Tak ada yang istimewa dalam cerita ini. Hanya kisah dua orang yang sedang di rundung kasmaran.

Aku adalah petani di ladang ketakukan. Dan Salju adalah pemilik ladang yang selalu menyiapkan parang untuk membunuh benalu. Di tanganku ladang menjadi subur, pohonpohon ketakukan menanamkan akarnya dengan baik dan rumputrumput kalut tumbuh di bawah rindang pepohonan. Aku terus saja menyemai benih ketakutan hingga memenuhi ladang. Tak ada satu inchi pun ladang yang kosong.

Suatu hari, Salju datang mengunjungi ladang. Berniat akan membunuh benalubenalu yang sering ikut tumbuh di batang pohon. Ia memuji hasil kerja kerasku dan menunjukkan wajah puas di balik topinya. Ia pun ingin melihat dari dekat pohonpohon ketakukan yang subur itu. Maka kuantarkan ia melihat-lihat dari dekat.

Beberapa pohon menyapa ramah dan mundur ketika melihat parang di tangan Salju. Beberapa yang lain menjegal kaki Salju dan hampir saja membuatnya terjerembab. Rerumputan menggesek pergelangan kaki Salju hingga darah merembes di kulit. Tapi Salju tak perduli, ia ingin tahu sejauh mana ladangnya berhasil kugarap. Salju memang pemilik lahan yang sangat perhatian.

Lalu aku dan Salju tiba di batas ladang. Di sudut pagar pembatas tumbuh tunas pohon yang berbeda dari biasanya. Tunas pohon itu bercengkrama dengan angin dan membuat iringiringan semut yang melingkarinya, tertawa dalam kebahagiaan. Salju terus saja memperhatikan tunas pohon itu. Tertarik dengan warnanya yang ceria dan harumnya yang menghadirkan ketenangan. Salju memintaku untuk merawat tunas pohon itu. Sebagai petani yang baik, aku pun menuruti permintaan Salju.

Beberapa waktu kemudian, tunas pohon itu mulai menjadi sebatang pohon. Warna indahnya, membuat bayangan indah di ladang. Rumput yang tumbuh di bawahnya pun berbeda dengan rumput yang tumbuh di bawah pohon ketakutan. Dan tiba-tiba aku merasa akrab dengan pohon baru ini. Aku tak lagi perduli dengan ratusan pohon ketakutan yang memenuhi ladang. Satu pohon baru ini, benar membuatku selalu ingin berada di dekatnya.

Lalu seiring waktu, pohon muda itu pun tumbuh menjadi pohon sebenar. Tunastunas bermunculan di sekitar akar yang tidak menyembul. Tak perlu waktu lama untuk berdesakdesakan dengan pohon ketakutan. Tak ada yang mau mengalah. Pohon baru dan pohon ketakutan itu terus saja bersitegang. Karena tak lagi mampu menanganinya, kupanggillah pemilik ladang.

Salju datang masih dengan parang besar di tangannya. Lalu tanpa basa basi mulai menebang semua pohon ketakutan yang menjerit-jerit memohon agar jangan ditebang. Dan membasmi semua rumput kekalutan yang tumbuh di bawahnya. Tapi Salju terus saja mengayunkan parangnya hingga hanya tersisa beberapa batang pohon dan selembar rumput. “itu sudah cukup” katanya. Pohonpohon baru dengan senang menguasai ladang. Memberi tekanan bagi pohon ketakutan dan rumput kekalutan. Ladang menjadi lebih bercahaya dan indah. Lalu Salju berkata “kau hebat, telah berhasil menanam keduanya. Dan akan kita namakan pohon baru ini, sebagai pohon keberanian dan rumput dibawahnya, sebagai rumput keyakinan. Aku tersenyum mengiyakan, di samping Salju. Dalam pelukannya.

Tak ada yang istimewa dalam kisah ini. Hanya aku penggarap ladang dan Salju pemilik ladang. Yang kasmaran di antara pohon ketakukan dan rumput kekalutan. Lalu memutuskan untuk mengganti tanaman di ladang dengan pohon keberanian dan rumput keyakinan.


Singapore
3.8.2009
Khalila

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Aku dan Saljuku

1 comments:

  1. Pagi ini aku hanya seorang perokok berat dan peminum kopi, wahai penggarap ladang.

    ReplyDelete

Aku hanya manusia biasa, beri kata-kata bukan jura..