Kita adalah Air, Rumah kita Air Terjun.

Monday, August 3, 2009

Pohon ketakutan

Dalam cerita itu, aku hanya bisa memeluk pergulatan pikir yang seakan mengajak untuk bercinta dalam alam pikir lain yang tidak biasanya. Dalam cerita itu, beberapa manusia memakaikan baju begitu ketat [sangat ketat] yang mampu menyesakkan nafas. Dalam cerita itu pula, aku dipaksa untuk berlari meninggalkan fajar yang selayaknya menjadi milikku. Tanpa terasa dalam otakku tumbuh pohon kecil menyeramkan, gelap dan berbau kamboja.

Dalam kabar itu, aku terima sebuah pesan bilamana dirinya dibunuh dengan disedot setengah nyawanya dan tetap dibiarkan hidup setengah nyawa. Dalam kabar itu, dia menangisi betapa lautan serasa tidak lagi cukup menampung airmata. Dalam kabar itu pula, dia menuliskan semua tanpa mampu menebak kemana tulisannya akan menjadi sebuah penulisan yang memang selayaknya ditulis dan tertuliskan dalam sejarah. Tanpa sadar dalam benaknya pohon kecil itu tampak membesar seperti padi yang subur terkena pupuk kandang.

Kemarin, aku coba mengirim cerita kepadanya bahwa aku sedang mengasah sebuah pisau serta parang untuk kemudian aku serahkan ke tanganmu dan digunakan dengan tepat untuk menebang pohon itu sebelum menjadi besar dan lebat. Kemarin, aku coba mengirim kabar bahwa aku disini membutuhkan parang besar untuk menebang pohon besar dalam otakku ini serta menebas gelayutan belukar disekujur batang.

Sekarang, terdapat kabar berita terbaru dari pesan yang mengabari dan menceritakan bahwa kamu pinjami aku pisau serta parangmu dan aku pinjami kamu parangku agar kamu dan aku bisa saling bantu menebang, membunuh serta menguburkan pohon ketakutan dalam otak.

Depok, 2009.

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : Pohon ketakutan

1 comments:

  1. Suatu pergulatan pada alam pikir wajar terjadi. Apalagi bila diajak memikirkan sesuatu yang berdampak menjadi perubahan besar. (harina)

    ReplyDelete

Aku hanya manusia biasa, beri kata-kata bukan jura..