Kita adalah Air, Rumah kita Air Terjun.

Wednesday, October 29, 2008

TANGIS SANG LANGIT

Telentang atas punggung Ibunda Alam
layang pandang menuju gemawan
bangkit takzim dan angan
akan Semesta Maha Luas

sekonyong menghitam awan
tersirat riak-riak nestapa
di wajah Sang Langit

Tetes demi tetes
mengucur tangisan Langit
membasahi raga

Ragaku tetap telentang
sembari gerutu bergumpal
dan tanya menggelitik
di kalbu

Terbuka mulutku
menyuara suara kalbu
"apakah yang engkau tangisi,
wahai Langit?"

Makin deras tangisnya
namun membisu ia
tanyaku tak dihiraukan pula

Kuyup basah
aku berdiri balik punggung
seraya gerutu dan tanya
bergayutan di hati

Menapak aku menjauh
rindu teduh

Sebuah suara berseru
menjegal kakiku melaju

"tunggu!"
seru suara itu

Mataku berkitar
tak kulihat sebuah mulutpun
menganga terhadap aku

Maka balas mulutku,
"siapa engkau?"

jawabnya,
"Akulah dia
yang kepadanya dikau bertanya"

"sesungguhnya yang kutangisi ialah kebatilan
nestapaku bangkit akibat kekejian
dukaku mencuat oleh kebengisan"

"wahai manusia,
bangsamu telah berdosa terhadap Alam
dan Dia Yang Menciptkannya"

Guntur mengamuk
gemawan menghitam
laksana jelaga
seakan menaruh dendam
dan penghakiman atas murtadnya manusia

Raga kuyup
aku berdiri tertunduk
sesal diri bertumpuk
membikin terpuruk

Kilat menyambar relung kalbu
menangislah aku
bersama Sang Langit

Inikah akhir masa?

------------ ---------

Seketika
meredalah isak-isak duka
Langit pun teduhlah

Mentari kembali nampak
cahayanya menyibak gemawan

Sebusur pelangi
berdiri di Kaki Langit
seolah menyungging senyum
kepadaku

Apakah Sang Langit mengampuniku?

Satya Prima
28 okt 2008

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : TANGIS SANG LANGIT

1 comments:

  1. Bagus banget puisinya.... cermin alam yg terjadi saat ini, dimana kekejian melanda dunia dan manusia lupa akan kuasa tuhan, dan bagaimana dasyat murka allah terhadap orang-orang dzalim.

    ReplyDelete

Aku hanya manusia biasa, beri kata-kata bukan jura..