Telentang atas punggung Ibunda Alam
layang pandang menuju gemawan
bangkit takzim dan angan
akan Semesta Maha Luas
sekonyong menghitam awan
tersirat riak-riak nestapa
di wajah Sang Langit
Tetes demi tetes
mengucur tangisan Langit
membasahi raga
Ragaku tetap telentang
sembari gerutu bergumpal
dan tanya menggelitik
di kalbu
Terbuka mulutku
menyuara suara kalbu
"apakah yang engkau tangisi,
wahai Langit?"
Makin deras tangisnya
namun membisu ia
tanyaku tak dihiraukan pula
Kuyup basah
aku berdiri balik punggung
seraya gerutu dan tanya
bergayutan di hati
Menapak aku menjauh
rindu teduh
Sebuah suara berseru
menjegal kakiku melaju
"tunggu!"
seru suara itu
Mataku berkitar
tak kulihat sebuah mulutpun
menganga terhadap aku
Maka balas mulutku,
"siapa engkau?"
jawabnya,
"Akulah dia
yang kepadanya dikau bertanya"
"sesungguhnya yang kutangisi ialah kebatilan
nestapaku bangkit akibat kekejian
dukaku mencuat oleh kebengisan"
"wahai manusia,
bangsamu telah berdosa terhadap Alam
dan Dia Yang Menciptkannya"
Guntur mengamuk
gemawan menghitam
laksana jelaga
seakan menaruh dendam
dan penghakiman atas murtadnya manusia
Raga kuyup
aku berdiri tertunduk
sesal diri bertumpuk
membikin terpuruk
Kilat menyambar relung kalbu
menangislah aku
bersama Sang Langit
Inikah akhir masa?
------------ ---------
Seketika
meredalah isak-isak duka
Langit pun teduhlah
Mentari kembali nampak
cahayanya menyibak gemawan
Sebusur pelangi
berdiri di Kaki Langit
seolah menyungging senyum
kepadaku
Apakah Sang Langit mengampuniku?
Satya Prima
28 okt 2008
Wednesday, October 29, 2008
TANGIS SANG LANGIT
Tags :
Related : TANGIS SANG LANGIT
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Bagus banget puisinya.... cermin alam yg terjadi saat ini, dimana kekejian melanda dunia dan manusia lupa akan kuasa tuhan, dan bagaimana dasyat murka allah terhadap orang-orang dzalim.
ReplyDelete