Kita adalah Air, Rumah kita Air Terjun.

Friday, September 26, 2008

Diskusi Warna

Sore menjelang matahari menutup mata, Dexter dan Fiet belum juga meninggalkan busa istirahat di kamar fiet. Warna telah menyita perhatian mereka untuk beradu kata hingga waktunya ayam beristirahat dan panggilan - panggilan ibadah yang saling menyahut.
"Ah aku ibadah dulu" seru Fiet. "Ya, biar dingin otak" sahut Dexter.
Sejenak mereka bergegas untuk melaporkan semua perbuatan mereka hari ini kepada penciptanya, mencoba melupakan sitaan pikir yang menggelayut. Ya, perjalanan akhir yang belum juga terkunjungi membuat benak mereka menengadah menapaki alur yang sedikit mengganjal. Penutupan pendengaran, hati dan juga mata tiada juga membantu mereka bisa menghadap dengan baik, warna - warna itu telah mengganggu bathin. Meski tiada henti mereka berujar "I still find to feel this wonder". Tetap saja seperti peluru nyasar yang menyesakkan.



"Menurutku bukan akhir dari kaca pecah yang membelah keinginan mereka, tetapi kekurangan kekuatan untuk menyela keinginan itu sendiri" Dexter memulai lagi.
"Mungkin itu juga, tapi pastinya karena mereka tidak punya warna yang bisa dipertahankan" Fiet menjawab.
"Lah, warna mereka udah jelas bro, keinginan untuk menjaga pundi adalah warna bagi mereka dan mutlak" kembali Dexter menyambung.
"Lihat bro, sebenarnya matahari, awan dan bulan hanya menjalankan siklusnya. Tidak ada kesempatan bagi hal lain untuk menyela mereka, karena disaster yang akan muncul bila tugas mereka terganggu." Fiet bicara. "Bukan pula kaca yang selalu memberi kita pengetahuan namun tidak bisa mengenal dirinya sendiri. Warna bukan tercipta untuk menikmati namun dinikmati, mereka juga tidak tercipta untuk melukis namun dilukiskan. Dan setelahnya bukanlah mereka yang disebut." Kembali Fiet melebar.
"Ya kita tahu, agustus tetap bukan september begitu juga sebaliknya. Tapi jangan lupa pengisian mereka hanya terbatasi dengan jumlah banyaknya, dengan tetap nama dan angka yang sama, ya kan?" Dexter menyela. "Pernah satu hari ingin ku putuskan untuk berhenti, namun kembali warna - warna ini mengganguku. Mungkin sebaiknya kita melukis mereka, dan jangan biarkan itu semua menggambar kita. Bukan begitu?" .
"Bagiku lebih baik mati kalau sampai dengan 100 tahun warna ini tidak juga terengkuh olehku." kata Fiet. "Hahahaha, itu juga doaku bro". sahut Dexter.
Ya, warna - warna ini kadang tidak bisa menjadi warna yang berwarna dan menjelaskan warna mereka. Keinginan untuk menggusur ketakutan, keinginan untuk meloloskan keteguhan adalah syarat untuk mewarnai semua ini. Sedikit terlintas di benak bagaimana mereka menjejakkan goresan yang cukup dalam untuk memberi peringatan bagi setiap pelukis di dunia ini. Banyak memberi tempat untuk mendorong kita kembali ke taman sendiri meski terasa tidak indah lagi (itu karena kita memandang dari dalam) dan terasa indah saat berada di taman lain. Penempatan warna di setiap taman sudah diatur olehNya, semua hanya diharapkan mampu melukisnya dengan lebih indah. Tugas kita adalah melukisnya, memberi sentuhan warna dengan hati, memberi sentuhan warna dengan cinta.
Dexter dan Fiet kembali berjalan di taman dengan warna masing - masing. Ada kebahagiaan untuk dibagi dengan semua. Bahkan mahluk tak dikenal sekalipun.

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : Diskusi Warna

0 comments:

Post a Comment

Aku hanya manusia biasa, beri kata-kata bukan jura..